Saatnya Mahasiswa Bergerak!
Kami akan menan , bukan karena itu takdir kami,
Atau karena begitulah yang ditulis dalam perspustakaan pemberontak
Atau revolusioner kita masing-masing,
Tapi karena kami bekerja dan berjuang untuk itu.
(Subcomandante Marcos)
Mahasiswa sejatinya secara khusus diberi mandat untuk bisa menyentuh setiap problem rakyat. Sebagai gerakan, ia berhadapan dengan tumpukan tantangan yang semakin berat. Problem sosial dengan segala kerumitannya kadang hadir tanpa kendali. Perubahan sosial kian waktu berjalan cukup cepat. Ia mau tidak mau akan berhadapan dengan situasi tersebut. Apalagi gerakan mahasiswa selama ini selalu dipersepsikan sebagai pelaku perubahan yang harus siap di garis depan.
Menghadapi perubahan tidak cukup dijawab dalam nalar spontan. Apa yang dibutuhkan adalah kemampuan dan kecerdasan perspektif untuk memahami apa sejatinya hakikat dari setiap perubahan. Perspektif yang kuat sangat penting untuk membangun gerakan mahasiswa mempunyai proyeksi yang lebih luas. Gerakan mahasiswa adalah bagian mata rantai dari struktur sosial besar yang saling terkait.
Realitas sosial bukanlah entitas yang berdiri sendiri secara otonom. Problem sosial bukan lahir tiba-tiba, melainkan wujud bentukan sejarah panjang. Problem sosial adalah produk pergulatan dari seluruh keterkaitan unsur dalam dinamika sejarah masayarakat. Problem sosial selalu bergerak. Ia akan lahir dalam setiap kontradiuksi yang berjalan. Setiap peristiwa, kejadian ataupun problem sosial harus dibaca dalam jantung kesadaran teoritik ini.
Hari-hari ini, rakyat dunia berhadapan dengan problem maha besar dari proses perjalanan tata dunia yang serba timpang. Laju globalisasi dengan kekuatan ekonominya sedang berjalan memicu suatu kondisi yang semakin rapuh dan timpang terutama di negeri-negeri yang berkembang. Proses pembangunan ekonomi sedang gencar digalakkan, namun ironisnya proses ini tidak mampu dirasakan secara adil oleh seluruh rakyat.
Rakyat berhadapan dengan imperium yang cukup besar yang berhasil mendikte seluruh aktifitas hidup planet ini. Sejak rezim neoliberal digulirkan menjadi kredo tunggal, mainstream perspektif yang ada telah mandul untuk menjadi alat pembentuk kesadaran kritis. Banyak kekuatan-kekuatan rakyat mudah dilumpuhkan. Penguasaan pengetahuan dan cara berpikir rakyat telah menjadi modal atas relasi ketimpangan yang ada. Di satu sisi, negara begitu mudah terkooptasi oleh nalar-nalar kekuasaan . Rakyat tidak lebih harus hidup dalam situasi yang sangat rentan. Mereka selalu terepresi pada struktur dan sistem sosial yang berjalan sublim dan hegemonik.
Relasi kuasa yang timpang mempengaruhi semakin lemahnya ’rakyat’ untuk mendapat akses. Banyak langkah negara yang semakin berjarak dengan realitas hidup rakyat. Imperium neoliberal dengan motif keuntungannya selalu memasang tembok kuat untuk kebertahanannya. Siapapun yang menghambat bagi pasar akan disisihkan dan tanpa ampun harus ditiadakan. Disanalah watak kritis terhadap kekuasaan dianggap sebagai sumber masalah.
Karakteristik neoliberal banyak membentuk kesadaran massa yang terfragmentasi. Budaya individualisme, egoisme dan hedonisme lebih gemar dipuja. Masyarakat diletakkan sebagai komoditas yang bisa dieksploitasi.Tatanan dunia yang serba timpang ini tidak jarang justru dilanggengkan sebagai cara menjamin keberlangsungan ketergantungan. Sebagaimana corak masyarakat yang berkelas, mayoritas rakyat seringkali harus ‘dikorbankan’ demi lancarnya arus pasar.
Penting kiranya menjelaskan secara historis bahwa problem-problem struktural yang sedang dihadapi saat ini juga merupakan persoalam penting yang harus dipecahkan melalui agenda-agenda yang lebih struktural pula. Negara menjadi bagian untuk kita baca sebagai ‘entitas’ yang sangat penting terkait dengan berbagai krisis dan tantangan yang ada.
Tugas terberat yang perlu dipersiapkan bagi gerakan mahasiswa adalah bahwa problem gerakan membutuhkan banyak transformasi pemikiran dan pisau metodologi yang lebih maju. Pertama, bahwa struktur perubahan di tingkatan makro ekonomi politik mau tidak mau ikut merias wajah baru tantangan gerakan. Dalam fenomena itu, posisi negara juga akan mengalami proses perubahan dalam bentuk dan wajahnya yang semakin rumit. Kedua, problem tantangan gerakan seringkali tumpul jika tidak pernah menyentuh problem struktural yang mendasar ini. Lagi-lagi gerakan hanya akan jatuh pada gesekan-gesekan polemik yang enak untuk dibicarakan tetapi mandul dalam merumuskan pemecahan.
Ketiga, ‘negara’ yang diharapkan hadir sebagai intitusi yang mengerjakan mandat menegakkan kesejahteraan justru terlibat dalam perselingkuhan dan praktik mutualisme dengan kekuatan modal. Di titik in peran negara telah nyata-nyata menjadi sumber masalah. Jika negara justru akrab dengan kepentingan pasar dan meninggalkan tugas utamanya untuk melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat sebagai tugas pokok, maka tahapan pembangunan gerakan harus bisa menyelesaikan ironi dan polemik tersebut. Pada titik ini, pembenahan perspektif, orientasi dan ideologi gerakan sebagai fondasi transformasi perubahan di tubuh gerakan menjadi sangat relevan.
Pembacaan kritis yang tidak tuntas, alih-alih akan melahirkan gerakan mahasiswa yang maju dan berkembang. Dibanyak kesempatan, ia justru banyak menyemai kader-kader mahasiswa yang oportunistik dan mudah jatuh dalam nalar kekuasaan. Tentu siapa saja akan berpeluang terkena jerat penyakit oportunistik ini. Hanya dengan pembangunan dan pendidikan organisasasi yang kuat, banyak hal akan meminimalisis persoalan tersebut muncul. Dari dasar organisasilah visi solidaritas dan keperpihakan itu bisa disemai dan diinternaslisasi. Organisasi adalah modal kekuatan yang bisa digerakkan. Disanalah nadi pergerakan bisa berdenyut. Menolak kebutuhan untuk berkumpul dan berorganisasi justru akan semakin menjauhkan ‘mahasiswa’ dari mandat utamanya yakni terlibat bagi keadilan untuk semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar