Minggu, 23 Agustus 2009

Resensi Buku :

Resensi Buku :

Privatisasi Militer dan
Evolusi Politik Keamanan

Judul: “IMPERIUM PERANG MILITER SWASTA (Neoliberalisme dan Korporasi Bisnis Keamanan Kontemporer)”
Penulis: Veronika Sintha Saraswati
Penerbit: RESIST BOOK, Yogyakarta
Cetakan: I, Agustus 2009
Tebal: xliv + 246 halaman

Oleh : St Tri Guntur Narwaya, M.Si

Peter F Drucker, salah satu teoritisi dan pengamat keamanan yang cukup kritis pernah mengungkapkan satu catatan penting bahwa “Perang modern adalah ‘perang industrial’ dimana industri bukan hanya sebagai kekuatan pendukung tetapi merupakan kekuatan induknya yang berkelahi”. Tesis Drucker sekaligus melampui apa yang pernah digagas oleh Eisenhower dalam kredo besarnya tentang “Millitary Industrial Complex”. Bagi Eisenhower, gagasan politik keamanan ini masih ada dalam ruang lingkup yang terbatas realisme politik ‘negara bangsa’. Lagi-lagi variabel penting ‘industri’ masih diletakan sebagai faktor pendukung terhadap transformasi militer. Terminologi military industrial complex menghasilkan paling banyak polemik selama permulaan tahun 1970. Tetapi bagaimanapun juga, konsep ini menyumbangkan jasa dalam menunjukkan kepentingan input struktural domestik pada dinamika evolusi militer selanjutnya.

Bagi Drucker dan selanjutnya juga oleh beberapa pemikir keamanan kontemporer lainnya seperti Barry Yeoman, Edward A Kolodziej, P.W Singer atau juga Robert W Cox, peran industrialisasi ini justru ditempatkan menjadi cukup sentral berpengaruh dalam evolusi perkembangan kelembagaan militer selanjutnya. Industrialisasi militer dalam gagasan Eisenhower masih menggunakan peran kepemilikan negara bangsa sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kebijakan-kebijakan keamanan. Isu privatisasi militer nyaris masih belum menjadi perbincangan penting. Angkatan militer nasional masih memainkan peran dominan dalam hal ini.

Ketika mendengar pengertian ‘privatisasi militer’, tentu banyak orang terkaget dan masih belum sepenuhnya faham. Perkembangan isu ini masih belum dianggap penting bagi diskurus publik hari-hari ini. Kecuali relatif masih asing dan baru, secara real isu kebijakan ini belum terpraktikan secara legal di Indonesia. Meskipun demikian, di beberapa dekade pemerintahaan yang berjalan, penggunaan dan kerjasama dengan beberapa entitas lembaga keamanan swasta asing ini sejatinya pernah berlangsung. Karena sifatnya masih tertutup, maka nyaris tidak pernah menjadi informasi wacana bagi masyarakat. Di beberapa negara, polemik atas eksistensi ‘perusahaan militer swasta’ justru sudah sangat menghangat. Pro kontra terhadapnya telah menghiasi berbagai diskursus tentang dinamika kemanan internasional kontemporer.

Apakah sektor penting yang dulu menjadi otoritas sakral dan penuh negara akan tergantikan oleh swasta? Pertanyaan ini tentu pernah menjadi lontaran yang sulit untuk dimengerti. Namun dihadapan deraan dan pengaruh perubahan global, privatisasi militer tidak menjadi barang yang mustahil. Ia akan berlangsung serupa dengan bentuk-bentuk privatisasi yang lain yang sudah berjalan terlebih dahulu. Kita banyak mendengar tentang privatisasi sektor penting seperti ‘pendidikan’, ‘kesehatan’ dan juga ‘pelayanan publik’ lainnya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ‘privatisasi militer’? Bagaimana transformasi militer ini bisa terjadi dan merubah kontestasi ekonomi politik negara.

Kemunculan korporasi keamanan swasta mempresentasikan faktor baru dalam analisis konstelasi perang dan mekanisme kontrol sosial. Masalah juga semakin besar karena ‘bisnis penanganan keamanan” saat ini banyak melibatkan aktor dan sekaligus kepentingan yang lebih rumit. Ada bingkai landasan teoritis yang kebanyakan dikedepankan. Para arsitek perancang industrilaisasi dan kebebasan pasar meyakini prinsip bahwa ’kebebasan pasar industri’ membutuhkan alat angkut utamanya yakni ’sistem kemanan yang semakin maju’. Seperti beberapa pengamat yang memberi cfatatan penting bahwa keterkaitan keduanya tidak bisa dipisahkan sama sekali. Anthony Giddens salah satunya bahkan menempatkan variabel hubungan ini dalam ”trinitas” yang saling berkaitan. Menurutnya ’industrialisasi’, ’kapitalisme’ dan ’kekuatan keamanan’ merupakan ’institutional clustering’ yang relasinya tidak dapat direduksi satu dengan yang lainnya.

Sejatinya memang benar bahwa kemunculan sistem keamanan seperti tentara bayaran (merceneries) telah hadir lama bahkan sebelum sistem industrialisasi modern berkembang. Sejak masa Mesir Kuno, masa politik Yunani (700 SM) dan Romawi dari 58 SM sampai 7 SM telah tercatat pernah memakai sistem sewa kontrak keamanan dalam ekspansi-ekspansi perang mereka. Evolusinya mulai pesat bertumbuh seiring dengan transformasi sistem ekonomi secara global. Hasrat perluasan kekuasaan ekonomi menjadi salah satu variabel utama dalam mendorong laju pertumbuhan industri militer swasta ini.

Di beberapa konflik besar di belahan negara seperti sebagian Timur Tengah, Afrika ataupun sebagian Amerika Latin. Kekuatan militer swasta ini bahkan memainkan peran yang lebih luas dibanding militer negara. Kita akan mendengar beberapa diantaranya seperti California Microwave Inc, Dyn Corp, Blackwater, MPRI, Stratfor, Airscan, Defense System Ltd, Vinnel Coorporation dan masih banyak lagi. Mereka tidak lagi hanya menyediakan ’tenaga manusia untuk berperang’ melainkan kontrak kerjasama bantuan dengan berbagaio fasilitas layanan yang beragam. Center for Public Integrity dalam definisinya tentang perusahaan militer swasta secara umum bahkan menyebutkan perusahaan ini sebagai ”perusahaan yang beroperasi untuk mencapai keuntungan dengan menyediakan jasa pelayanan yang sebelumnya dilaksanakan oleh angkatan militer nasional, termasuk pelatihan militer, intelijen, logistik, dan pertempuran ofensif, juga keamanan di wilayah konflik.”

Masing-masing dari sewa kontrak dan bisnis keamanan yang dijalankan bisa meraup keuntungan luar biasa dengan skala wilayah kerja yang meluas hampir diseluruh pelosok negara. Tercatat saja tahun 2004, nilai kontrak pemerintahan Amerika dengan KMS yang bekerja di Irak mencapai $ 11 milliar. Angka ini menaik di tahun 2005 dengan jumlah $ 17 milliar dan tahun 2006 dengan $ 25 milliar. Center Public Integrity dalam laporannya juga menampilkan perkembangan nilai kontrak yang di dapat beberapa KMS. Diantara yang terbesar adalah Lockheed Martin, Boeing Co, Raytheon Co, Northrop Grumman dan General Dynamics dengan penghasilan sampai puluhan milliar dollar. Dari tahun 1994 sampai 2002 Departemen Pertahanan AS telah mencatatakan 3200 jenis kontrak besar dengan KMS pengeluaran lebih dari US $ 300.

Ditengok dari pertumbuhannya, kekuatan keamanan ini selalu berelasi dengan muncul dan meluasnya operasi koorporasi perdagangan global. Mereka bekerja secara hirarkhi dan terorganisir untuk menawarkan kepada berbagai pihak korporasi global (TNC/MNC) sebagai kekuatan pengamannya. Kemunculan secara drastis korporasi dan industri keamanan swasta ini membawa beberapa problem penting terutam bagi penciptaan tata dunia yang adil dan aman. Gejala kapitalisasi keamanan dan peningkatan peran swasta di luar negara dalam problem-problem keamanan membuktikan adanya perubahan kekuasaan politik mendasar yaitu bergesernya peran dan tanggung jawab negara.

Negeri-negeri industri maju, dengan tingkat politik dan kepentingan ekonomi yang lebih besar seringkali mendesakkan kepentingannya dengan konsensi-konsensi keamanan sebagai manifes pembangunan imperium kekuasaan. Simbiosis mutualisme antara ‘bisnis’ dan ‘politik keamanan’ ini akan semakin menghancurkan aspek-aspek hakiki dari keamanan itu sendiri. “Rasa aman’ bisa menjadi ‘komoditas’ yang bisa diperdagangkan. Masyarakat sipil terutama di negeri-negeri tergantung yang notabene kalah dalam kekuatan militer, akhirnya tetap menjadi komunitas yang akan paling dirugikani.

Proyek operasi korporasi militer swasta merambah pada bidang garapan yang luas seperti jasa pelayanan pelatihan dan pendidikan, rekonstruksi pasca perang, bantuan tenaga ahli untuk perencanaan pembangunan sampai pada keterlibatan dalam komunitas internasional dalam rangka mendirikan pemerintahan protektorat di beberapa negara. Bahkan dibeberapa kasus, keberadaanya bisa melebihi kewenangan negara. Di atas negara, ia bisa mengontrol dan menentukan arah kebijakan-kebijakan politik internasional.

Gagasan buku ”Imperium Perang Militer Swasta” ini bisa dibilang merupakan jawaban sekaligus gagasan baru dalam khasanah kajian keamanan kontemporer di Indonesia. Meskipun tidak secara khusus memotret situasi Indonesia, buku nini menyediakan hamparan umum tentang apa dan bagaimana privatisasi militer ini difahami secara utuh. Dengan pilihan pendekatan yang lebih struktural, karya ini mengajak untuk menelisik berbagai kaitan relasi yang mendukung evolusi dan transformasi militer ini. Memang masih terkesan umum dan belum menghadirkan detail data yang lebih luas di beberapa negara.

Untuk membaca peta evolusi peralihan dan proyeksi keamanan masa depan, buku ini sangat menarik untuk dibaca dan dikaji. Apa yang selalu diingatkan penulis buku ini, seperti anak sekandung, setiap perubahan sistem ekonomi politik yang makin eksploitatif, disanalah juga kebutuhan akan jaminan dan kehadiran militer ini muncul. Sebagaimana tesis para pengamat ekonomi politik internasional yang kritis, evolusi kontemporer militer ini membawa sekaligus tiga senjatanya yakni ’kapabilitas material’ untuk bekerjanya ekspansi ekonomi, ’ide gagasan’ untuk mengabsahkan segala penjarahan yang dilakukan dan pembangunan institusi dan ’atauran internasional’ yang memudahkan transformasi ekonomi politik ini berjalan. Dibanyak hal tentu saja ia akan semakin mereduksi peran kekuatan dan kedaulatan sipil untuk ikut menentukan keamanan dunia.

Veronika Sintha Saraswati dibeberapa bagian buku juga cukup berani untuk menyampaikan pesan yang tersirat bahwa ancaman ini bukan barang mustahil juga akan bisa terjadi di negara-negara dengan integritas dan kedaulatan politik yang lemah. Beberapa negara di Afrika, Timur Tengah, beberapa kawasan Amerika latin dan juga Asia telah menunjukan data penting. Atas hasrat ekspansi ekonomi dan juga dominasi politik beberapa kekuatan korporasi besar melalui tangan-tangan perusahaan militer swasta berhasil menciptakan ketergantungan dan hegemoni politik ekonominya. Lagi-lagi dalam catatan kritis buku ini, sumber alam ekonomi dan pasar industri menjadi variabel pengaruh utama dalam mendorong berbagai situasi konflik keamanan. Dalam banyak hal situasinya menyerupai wajah kolonialisasi bentuk baru yang amat mengerikan. Problem keamanan akhirnya tidak bisa sekedar dibaca secara simpel dan sederhana. Problem keamanan di masa depan tentu saja akan menjadi jantung utama persoalan karena keberadaannya yang seiring sejalan dengan hidup berkembangnya nadi ekonomi masyarakat. Catatan penting buku ini tentang masa depan keamanan menjadi signifikan, bahwa problem kontemporer keamanan ke depan tidak bisa melepaskan dengan dinamika problem pengelolaan ekonomi secara global.

1 komentar:

Humanitary mengatakan...

mas ... gimana ya biar saya bisa dapet buku itu ? yang imperium militer swasta ..
soalnya saya skripsi tentang pertanggung jawaban PMC ...

Mohon bantuannya ..
terima Kasih ...

supeni.heni@yahoo.com