Rabu, 11 Februari 2015



ISTANA MEMBUSUK

Bau busuk menyengat hidung
Terendus sampai batas langit
Menembus dinding istana yang menjamur
Sang raja masih tertidur
Tak terhitung hari
Dia masih mendengkur
Di atas tumpukan berkas-berkas
Letih bergumul dengan mimpi buruk

Di luar pagar ribuan mata menunggu
Menanti titah
Menunggu berkah
Juga amarah dan sumpah serapah

Bau busuk makin menyengat
Menembus tajam pori keringat
Tak ada suara
Diam lengang
Suara-suara resah bertanya
Bukankah raja tak sedang tapa brata?
Atau gantung diri sebelum ajal?

Resah itu kian nanar memerah
Bergumpal air mata darah


(Bantul, 12 Februari 2015)

Senin, 09 Februari 2015

KELELAWAR TUA

Kelelawar tua rapuh tersungkur
Tersengat panas pohon terbakar
Hilang musnah dan lenyap
Patah dahan tak lagi bisa bergantung
Yang tertinggal adalah bara


Kelelawar tua kini menaruh mimpi
Mimpi sunyi di atas tanah
Bersama anak-anak tikus
Melabuhkan mimpi tanpa sayap
Menunggu musim buah terjatuh
lalu tertidur di atas semak-semak
hingga malam kembali menjenguknya

(Banguntapan, 9 Februari 2015)

Selasa, 03 Februari 2015

YA KITA BISA !


Kiri jalan terus...kanan ikuti 'lampu merah'
Yang tengah masih tertidur pulas

Bukalah mata !
Slogan itu kini kian menyala
Di setiap lorong-lorong desa dan kota
Mereka bukan hanya kerumunan barisan,
berobral janji ataupun teriakan.
Mereka hadir bukan untuk perayaan gerak jalan
apalagi festival drama pencitraan
Mereka adalah nyawa dan detak nadi,
untuk harapan yang lama mati
Mereka adalah nafas,
Untuk mimpi yang lama kandas

Jalan ke kiri bukan mimpi,
bukan ilusi khas televisi
Mereka lantang menyeru..
mereka mengajak kita lekas beranjak
Dari sekian lorong waktu yang lama tersumbat
Bangunlah kawan !
Lihatlah pagi sudah nampak
Kita harus segera terjaga
Esok akan selalu menjemputmu

Di sana mereka bisa
Di sini kita juga bisa
Janganlah bungkam dan berdiam
Rasanya ruang ini tlah lama membeku
Dan kita akan membakarnya kembali
dalam tungku-tungku perapian

(Praya, 2 Februari, 2015)
KEMBALIKAN TUBUHKU


Telanjang atau tertutup rapat-rapat?
Tak ada beda dan rasanya sama
Berhentilah...
Jangan terlalu ribut!
Apalagi saling menghujat


Bukankah tak ada salah dengan tubuh
Coba benahi dulu pikiran kotormu
Jangan mengumpat!
Biarkan dia telanjang
atau mereka tertutup rapat
Tak ada beda.....semua sama

Hidup adalah jutaan perca warna
Kita selalu tinggal di dalamnya
Sejak lahir daging ini polos tanpa pakaian
Menyusuri rahim ibu dengan keindahan

Lalu dunia memberi busana
Pada setiap kekosongan dan ketelanjangan
Yang berbeda....
dan selalu berbeda
Pada yang tak berpakaian
Setengah telanjang,
atau dibalut rapat benang-benang
Mereka toh masih tetap manusia
Sekali lagi....bukan binatang jalang

Hanya sejarah telah memberi aksara
Dalam sekian doksa dan dogma
Kita lalu terpaksa
bersama-sama menelannya
Kini...pakaian menjadi tapal batas
Penunjuk pada apa yang pantas
dan apa yang tidak pantas

Kuasa itu kini beringas menjualku
Merayakan kemenangan atas tubuh
Atas nama kebebasan
Ataupun atas nama hukum (t)uhan
Rasanya sama saja
Hasrat itu makin rakus dan nanar
Mencabik-cabik kepolosanku

Kembalikan tubuhku
Aku sudah benci pakaian-pakaian itu...!!!

(Bantul, 28 Januari 2015)